Bagi para traveler, Pulau Dewata Bali menyajikan banyak hal untuk menjamin kepuasan mereka. Berbekal potensi alam dan budaya, wisatawan dari berbagai negara pun berbondong-bondong mengunjunginya. Sekali waktu, Anda perlu menikmati Bali dari sudut yang berbeda. Berkunjung ke Desa Tenganan Pegringsingan misalnya.
Menempati wilayah Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Tenganan Pegringsingan merupakan desa wisata unik bernuansa Bali Aga (Bali Mula atau Bali Kuno). Terlihat sangat tradisional dan seolah tak tersentuh kemajuan zaman, seperti halnya Desa Sade dan Desa Adat Beleq di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Melengkapi koleksi wisata di Karangasem Bali, Desa Tenganan memberi sumbangsih tersendiri dalam peta wisata Bali Timur. Menjadi tujuan wisata yang populer karena keunikan adat dan tradisi masyarakatnya. Jika berminat mengunjungi Desa Adat Tenganan, artikel ini bisa menjadi gambaran awal sebelum Anda tiba di sana.
Sejarah dan Mitos Asal-Usul Desa Tenganan
Asal-usul Desa Tenganan dihubungkan dengan kisah hilangnya kuda pada masa kerajaan Bedahulu. Raja kerajaan ini bernama Mayadenawa yang terkenal sakti namun sombong dan tinggi hati. Olehnya, masyarakat Desa Peneges yang masuk wilayah kerajaan Bedahulu dilarang melakukan persembahyangan di Pura Besakih.
Pelarangan itu membuat para dewa marah. Bhatara Indra pun turun ke dunia memerangi Mayadenawa dan berhasil mengalahkannya. Warga Peneges akan merayakan kemenangan itu dengan mengadakan upacara Asua Medayadnya. Ini adalah upacara kurban menggunakan seekor kuda berbulu putih bernama Onceswara.
Sayangnya, kuda tersebut mendadak hilang ketika upacara akan berlangsung. Melalui perintah Bhatara Indra, warga Peneges mencari kuda tersebut dengan membagi rombongan menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama melacak kuda ke arah barat laut, sedangkan kelompok yang kedua mencarinya ke arah timur laut.
Pencarian kelompok pertama gagal, mereka memilih menetap di daerah Danau Beratan. Kelompok kedua berhasil, namun menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati. Meski demikian, Bhatara Indra tetap membalas jasa kelompok kedua dengan menganugerahkan daerah tempat bangkai kuda tersebut sebagai daerah mereka.
Karena penentu luas wilayah adalah batas terciumnya bangkai Onceswara, warga Peneges memotong-motong bangkai kuda tersebut dan melempar ke segala arah sejauh mungkin. Mengenai batas ini hingga kini masih terlihat adanya beberapa peninggalan megalitik dan menjadi tempat pemujaan bagi masyarakat setempat.
Asal-Usul Nama Tenganan Pegringsingan
Sejak mendapat hak menempati wilayah yang sudah ditentukan, warga Peneges membangun desa di antara tiga bukit, bukit kangin (timur), bukit kauh (barat), dan bukit kaja (utara). Karena lokasinya itulah maka desa ini disebut Tengahan. Selanjutnya nama tersebut bergeser penyebutannya menjadi Tenganan.
Sedangkan menurut Korn, pada masa lalu terdapat desa dekat Pantai Candidasa yang bernama Desa Peneges. Penduduk desa ini punya hubungan dengan penduduk Desa Teges, Bedahulu, Gianyar. Lama kelamaan penduduk Desa Peneges pindah ke pedalaman (ngetengahang) yang telah lazim dikenal hingga saat ini.
Selebihnya mengenai penambahan "pegringsingan" pada nama desa, ada kemungkinan berasal dari usaha kerajinan khas masyarakat desa tersebut. Mereka gemar menenun kain Gringsing, yang merupakan satu-satunya di Pulau Bali. Sehingga, Desa Tenganan Pegringsingan menjadi nama yang melekat hingga kini.
Daya Tarik Desa Tenganan Pegringsingan Bali
Desa Tenganan Karangasem Bali menarik bagi wisatawan, salah satunya karena nuansa Bali Aga yang sangat kentara. Bali Aga sendiri berarti subsuku Bali yang menjalani gaya hidup berpedoman pada adat istiadat nenek moyang, sejak sebelum datangnya kerajaan Majapahit ke Pulau Bali.
Arsitektur Bangunan dan Peninggalan Purba
Kesan pertama yang ikonik dari desa ini adalah bangunan arsitekturnya yang mempertahankan aturan leluhur. Berbahan campuran batu merah, batu sungai, tanah, serta biasanya berhias ukiran yang relatif sama. Suasana desanya terlihat harmoni dengan alam, sangat asri dan terawat dengan baik.
Jika Anda membaca sejarah Desa Tenganan sebelumnya, peninggalan megalitik yang menjadi tempat pemujaan masih bisa ditemukan. Misalnya, Kakidukun (bentuk mirip phallus kuda dalam keadaan tegak) yang menempati sisi utara desa. Ini adalah tempat permohonan bagi suami-istri untuk memperoleh anak.
Ada juga Batu Taikik berbentuk monolith yang diyakini sebagai bekas isi perut atau kotoran kuda Onceswara. Batu ini menjadi tempat memohon kemakmuran. Lalu, Penimbalan (diyakini sebagai bekas paha kuda, tempat upacara Teruna Nyoman. Serta, Batu Jaran (dianggap sebagai lokasi matinya Onceswara).
Kerajinan Tenun Kain Gringsing Yang Khas
Banyak anggapan bahwa istilah "pegringsingan" pada nama Desa Adat Tenganan Pegringsingan berkaitan dengan kain tenun Gringsing khas masyarakat desa ini. Kain ini unik karena pengerjaannya menggunakan teknik dobel ikat. Selain teknik ini menjadi satu-satunya di Indonesia, kain tenunnya pun mendunia.
Meski mata pencaharian umum masyarakat Desa Tenganan Karangasem adalah petani padi, ada juga yang berprofesi sebagai pengrajin. Tekniknya pun masih mempertahankan warisan leluhur. Beberapa hasil kerajinan itu bisa berupa ukir-ukiran, lukisan lontar, anyaman bambu. Dan, tentu saja tenun Gringsing.
Tradisi Ritual Perang Pandan "Mekare-kare"
Sebagai desa tradisional, Tenganan Pegringsingan sangat kental dengan religiusitas masyarakatnya. Salah satu Tari Wali Bali, yakni Tari Mabuang Mulan Daha yang sangat sakral dan merupakan bagian dari Upacara Ngusaba Sambah berasal dari desa ini. Selanjutnya, ada juga Perang Pandan atau Mageret Pandan.
Perang Pandan atau juga disebut Mekare-kare merupakan tradisi duel sepasang pemuda satu lawan satu. Mereka bersenjatakan pandan berduri yang bentuknya mirip gada. Sambil menari dalam balutan kain tenun pegringsingan, mereka bertarung dan tentu saja akan ada yang terluka, tergores akibat duri pandan.
Tradisi Perang Pandan terlaksana sebagai bentuk penghormatan terhadap Bhatara Indra yang telah mengalahkan Raja Mayadenawa. Karena kuatnya penghormatan terhadap Dewa Indra, masyarakat pun ikhlas dan gembira melaksanakan tradisi ini meski mereka harus berdarah-darah akibat dari pandan berduri.
Dalam hal wisata, upacara Perang Pandan adalah salah satu daya tarik utama Desa Tenganan Pegringsingan. Tradisi ini bisa Anda saksikan ketika masyarakat Tenganan melaksanakan upacara terbesar, yakni Upacara Sasih Sembah. Sering kali tradisi ini terselenggara pada kisaran bulan Juni atau Juli.
Tiket Masuk, Fasilitas Wisata dan Akomodasi
Berkunjung ke Desa Tenganan Bali, wisatawan tidaklah disuguhi dengan fasilitas modern. Namun, diajak untuk menyaksikan pola perkampungan dari salah satu desa tertua Bali. Meski demikian, Anda bisa menemukan warung makanan dan minuman dekat area parkir yang bertempat di luar teritori desa ini.
Fasilitas yang ada dalam lingkungan desa biasanya hanya berupa kios oleh-oleh kerajinan dan tenun. Bahkan, pemandu wisata lokal biasanya akan mengajak pengunjung melihat langsung proses pembuatan kain tenun Gringsing. Untuk tiket masuk Desa Tenganan tidak ada, paling cuma sekedar donasi seikhlasnya.
Untuk akomodasi atau tempat menginap, pilihan penginapan atau hotel yang lebih beragam, bisa Anda temukan dengan mudah dekat Pantai Candi Dasa Karangasem. Tarifnya bisa Anda sesuaikan dengan anggaran dan kebutuhan menginap, karena ada yang murah dan ada yang mewah.
Lokasi Desa Adat Tenganan Karangasem Bali
Desa Tenganan Karangasem berlokasi dekat Kawasan Wisata Candidasa. Berjarak kurang lebih 80 km atau 1,5 jam berkendara dari Bandara Internasional Ngurah Rai Bali. Akses jalan untuk mencapainya mudah, bisa menggunakan rute melalui Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra – Jl. Raya Candidasa. Lihat Peta Rute.